PERSDA.COM – Romo Albrecht menyudahi makan malam bersama Romo Joseph Ageng Marwata, SJ dan 3 pemuda Timor Timur. Di luar rumah, gelap karena listrik Kota Dili padam.
Sehabis makan kurang lebih pukul 19.30 waktu setempat Romo Albrecht masuk kamar tidur karena merasa tidak enak badan.
Kurang lebih 1 jam kemudian tiba-tiba terdengar suara tembakan dari arah belakang garasi.
Karena suara tembakan itu, Ageng masuk ke dalam rumah. Sebaliknya Romo Albrecht terbangun dan bergegas ke luar rumah. Romo Ageng tak dapat mencegah rekannya ke luar.
Kepada ketiga pemuda, Romo Ageng melarang mengikuti Romo Albrecht. Romo Ageng mengikuti langkah kaki koleganya.
Di sudut garasi langkah Romo Albrecht berhenti. Demikian juga Romo Ageng.
Jarak keduanya 7 – 9 meter. Lalu Romo Albrecht berkata keras:”Siapa kamu? Apa yang kamu cari?”
“Matikan senter,” suara sahutan dari kejauhan.
Baca Juga:
Pemerintah Perkuat Stok Daging Ruminansia, Persiapan Menjelang Ramadan dan Idulfitri Tahun 2025
Kasus Dugaan Korupsi PT Aneka Tambang, Terungkap Alasan Siman Bahar Mangkir Lagi dari Panggilan KPK
Romo Ageng mematikan senter. Namun rekannya tidak justru mengulangj pertanyaan sama.
“Matikan lampu,” suara jawaban.
Refleks Romo Ageng tiarap sambil berteriak agar rekannya mematikan senter.
Terdengar 2 kali suara tembakan. Romo Albrecht jatuh. Selanjutnya terdengar suara orang berlari meninggalkan halaman rumah.
Baca Juga:
Ikut Hadiri Pembongkaran Pagar Laut di Tangerang, Said Didu: Saya Menduga ini Perampokan Aset Negara
Malam itu Sabtu, 11 September 1999. Jesuit asal Jerman ini dibawah ke rumah sakit militer di Dili. Hidupnya sampai di sini.
Lima hari sebelum tertembaknya Romo Albrecht atau pada 6 September 1999, Romo Tarsisius Dewanto, SJ menjadi korban kekerasan yang sama.
Romo muda ini baru tiba di Timor Timur pada 17 Agustus 1999. Romo Ageng menugaskannya belajar bahasa Tetun di Suai.
Rencana ini berantakan karena Dewanto dan 2 pastor serta 27 umat dibunuh di sebuah gereja.
Portal berita ini menerima konten video dengan durasi maksimal 30 detik (ukuran dan format video untuk plaftform Youtube atau Dailymotion) dengan teks narasi maksimal 15 paragraf. Kirim lewat WA Center: 085315557788.
November 1999, Romo Ageng bersama Komnas HAM dan Kontras yang datang dari Jakarta menggali kuburan mereka di tepi Pantai Atambua, Timor Timur.
“Dugaan saya mereka meninggal bukan karena tembakan. Dari luka – lukanya saya duga mereka mendapat bacokan parang,” kata Romo Ageng.
Carolus “Karl” Albrecht lahir di Jerman, 19 April 1929. Ditahbiskan sebagai imam Katolik di Jerman, 27 Juli 1957.
Desember 1958 ia tiba di Indonesia dan berkarya di Girisonta, Semarang lalu dipindahkan melayani umat Katolik Keuskupan Agung Jakarta.
Januari 1970 ia mendirikan CUCO (Credit Union Counseling Office). Credit Union (CU) atau Koperasi Kredit (Kopdit)berasal dari Jerman.
Bersama staf CUCO seperti Robby Tulus, Albrecht memperkenalkan CU kepada umat dan masyarakat luas. Kini 53 tahun setelah CUCO berdiri, CU berkembang di seluruh Indonesia.
Hingga akhir tahun lalu ada kurang lebih 3,4 juta orang Indonesia menjadi anggota CU.
Kurang lebih 1.000 CU primer tersebar di seluruh Indonesia. Siapa saja boleh menjadi anggota CU.
Romo Ageng Imemperkirakan peluru yang terlontar dari senjata api pada malam itu, salah alamat.
“Saya yakin mereka sebenarnya mencari saya karena sudah beberapa kali saya mendapat peringatan.
Tetapi karena yang keluar duluan dan membawa senter Romo Albrecht, beliau menjadi korban.”
September 1999 bukanlah September Ceria seperti nyanyian Vina Panduwinata. Udara Jakarta sedang panas-panasnya demikian juga suhu politiknya terasa panas.
Selain karena Soeharto baru 16 bulan sebelumnya digulingkan kekuatan rakyat dipimpin para mahasiswa, juga karena Presiden BJ Habibie memutuskan menyelenggarakan referendum di Timor Timur.
Dili terbakar. Timor Timur membara. Provinsi tersebut terbelah dua: yang setuju tetap bergabung dengan Republik Indonesia dan yang ingin merdeka atau Timor Timur menjadi satu negara.
Sampai saat ini belum diketahui siapa yang menembak Romo Albrecht dan romo – romo lain meski dugaan kuat ini ulah milisi pro Indonesia.
Albrecht memilih menjadi seorang misionaris. Ia meninggalkan kemakmuran tanah airnya – Jerman menuju Indonesia yang baru 13 tahun merdeka.
Di tanah airnya yang baru, ia melayani kaum miskin papa. CU yang diperkenalkannya di Indonesia dimaksudkan sebagai sarana untuk mensejahterakan orang – orang miskin.
Albrecht memilih tidak kembali ke tanah kelahirannya. Ia memilih menjadi Warga Negara Indonesia dengan nama baru : Karim Arbie.
Di usia tua, atasannya menugaskan Albrecht melayani umat di Timor Timur. Di sana ia mendorong umat mendirikan Credit Union.
Hingga kini yang ditanamnya telah tumbuh. Ribuan penduduk Timor Timur menjadi anggota Credit Union.
(Peristiwa tertembaknya para imam, penulis dapatkan dari Romo Ageng pada 1999 via e-mail dan pertemuan tatap muka dengan Romo Ageng di Jakarta, Sabtu 14 September 2019.
Oleh: Tonnio Irnawan, pegiat Credit Union tinggal di Jakarta, mantan wartawan Persda, Kelompok Kompas Gramedia (KKG).***