PERSDA.COM – Informasi bahwa toko Gunung Agung menutup semua tokonya beredar sejak 2 – 3 bulan. Informasi ini ramai di media sosial.
Tak banyak netizen yang mengomentari. Nitizen yang kebanyakan Gen Milenial dan Gen z masa bodoh.
Saya duga mayoritas mereka tidak kenal Gunung Agung. Kalau tahu, biarkan karena yang tutup hanya toko buku.
Di negeri ini tak ada orang sedih mengetahui ada toko buku tutup karena bangkrut. Bagi mereka di zaman digital sudah layak dan sepantasnya, toko buku mampus.
Baca Juga:
Termasuk Anthony Salim, Prabowo Subianto Kenalkan Konglomerat kepada Investor Gloɓal Ray Dalio
Hallo Media Ajak Wartawan Berjiwa Wirausaha di Kota dan Kabupaten untuk Gabung Menjadi Koresponden
Prabowo Ingin Hasil Penghematan Anggaran Diinvestasikan ke Industri yang Ciptakan Lapangan Kerja
Senin atau kemarin dulu saya menerima video WA yang sama dari 9 teman tentang Gunung Agung yang akan memberikan diskon besar – besar sampai 31 Agustus 2023.
Narator video tsb menyebutkan meski begitu toko tetap sepi. Gambar di video memperkuat narasi.
Hati saya tergerak Selasa sore (kemarin) usai jam kantor ingin datang ke sana bukan karena ada diskon.
Saya ke sana bermaksud memberikan penghormatan terakhir padanya. Ia telah memberikan jasa kepada saya.
Baca Juga:
Indonesia Ajak Belanda untuk Dukung Berbagai Program Strategis, Termasuk Ketahanan Pangan dan Energi
Sebelum Kompas membuka toko buku Gramedia, saya sering membeli buku di Gunung Agung (toko yg lama pas dibelokan Jalan Senin Raya – Jalan Kwitang), Jakarta.
Karena banyak pembeli, dibuka toko yang lebih besar kurang lebih 1 km dari toko lama.
Toko yg lebih bagus ini masih di Jalan Kwitang, sebelah Kali Ciliwung dekat Patung Pak Tani.
Kurang lebih pukul 3 sore istri yang tahu saya akan ke Gunung Agung mengirim video dari Tribune.
Baca Juga:
Program Rumah Murah, Prabowo Subianto Umumkan Skema Bantuan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Rumah
SBY ke KIM Ajak Bersatu dalam Hati, Loyal Penuh kepada Pemimpin, Jangan ada yang Mendua Hati
Soal Tudingan Intimidasi kepada Agustiani Tio Fridelina, Komisi Pemberantasan Korupsi Beri Tanggapan
Video memperlihatkan kemacetan jalan karena antrean mobil menuju Gunung Agung. Karena begitu ramainya manusia di dalam, petugas memberlakukan sistem buka tutup toko.
Karena inilah saya urung datang dan berjanji sore ini akan ke sana.
Baru satu jam lalu teman saya dari Bogor naik kereta api tiba di Gunung Agung.
Ternyata tidak diperkenankan masuk karena calon pembeli sulit bergerak dalam toko. Orang – orang yang baru datang dipersilakan kembali esok pagi pukul 10.00 WIB.
Portal berita ini menerima konten video dengan durasi maksimal 30 detik (ukuran dan format video untuk plaftform Youtube atau Dailymotion) dengan teks narasi maksimal 15 paragraf. Kirim lewat WA Center: 085315557788.
Teman saya kecewa karena tak dapat menikmati diskon. Akhirnya ia ke Cikini menikmat es krim Tjanang yang telah berjualan sejak 1951.
Menurut info yang saya ketahui, kebanyakan yang datang bukan untuk membeli buku.
Melainkan barang – barang seperti tas, koper, printer, komputer, perlengkapan administrasi kantor, dan lain – lain yang harganya dibanting.
Ya begitu nasib buku yang semakin ditelan oleh internet. Bukankah sekarang apa – apa tanya Si Google, sehingga ada kelakar jika dulu ada sarjana diktat kini ada sarjana google.
Di mana – mana perilaku kita sama: senang banget berburu diskon.
Barang yang belum diperlukan tetap diburu mumpung ada diskon. Celakanya orang berduyun – duyun ke toko buku saat toko tengah sekarat. RIP.
Oleh: Tonnio Irnawan, mantan wartawan Persda, Kelompok Kompas Gramedia.***